Minggu, 30 Desember 2018

Di Penghujung Senja



Malam telah larut, tetapi Senja masih terjaga dari tidurnya. Sesekali ia coba untuk memejamkan mata dan tak lama ia membuka lagi matanya. Senja terus  memikirkan kehidupanya kelak.
Sudah delapan  bulan Senja difonis dokter mengidap penyakit leukemia dan dokter menyatakan bahwa satu bulan lagi Senja akan berbaring untuk selamanya. Mendengar hal itu Senja menjadi muram dan pesimis.

. . . . Keesokan harinya . . . .

Saat semua berkumpul untuk sarapan, Senja bertanya pada ibunya “Bu, Senja masih punya banyak cita – cita. Tapi mengapa Tuhan hanya memberi sedikit waktu untukku ??”. mendengar hal itu ibu Senja terharu, matanya yang sayup itu mulai berkaca – kaca sembari melemparkan senyumnya pada Senja. “Mungkin Tuhan punya jalan lain buat kamu.” Sahut Tyo. Tyo adalah kakak Senja. Mendengar hal itu Senja terdiam, tak lama kemudian dia bangkit dari tempat duduknya dan pergi begitu saja.
“Senja. . . . . Senja. . . . kamu mau kemana ??” Panggil Ibunya. Tapi Senja tak menghiraukan dan berlalu pergi.
Hari semakin siang tetapi Senja tak juga kembali ke rumah. Ibu dan kakaknya sibuk mencari, akan tetapi Senja tak jua ditemukan.

            “Langit senja memang indah. Beruntung sekali aku diberi nama Senja.” Gumam Senja. Tiba – tiba awan mendung datang dan menyelimuti kecerahan langit senja yang menguning. Tapi Senja tak jua beranjak dari tempat ia berdiri.
Angin bertiup semakin kencang, suara petir dan kilat saling bersautan, tak sedikitpun membuat Senja takut.
“Hheee. . . . . . Kamu yang berdiri disana !!!” terdengar teriakan.
Dan lagi – lagi Senja tak menghiraukannya. Kemudian Seseorang berusaha menarik Senja dari tempat itu. “Disitu bahaya !!! jangan berdiri disitu, jembatan itu mau ambruk !!!.” Senja hanya menatap dalam mata orang itu kemudian ia berkata, “Ambruk !!! Seperti aku yang sebentar lagi akan tumbang juga.” Kata Senja putus asa.
Orang itu kembali menatap Senja. Dilihatnya darah mengucur dari hidung Senja, dan wajah Senja mulai pucat. “Kamu kenapa ?” Tanya orang itu. Senja pun pergi dan berlari begitu saja. Ia terus berlari seakan hanyut dibawah oleh hujan yang lebat sore itu. 

           

Akhirnya ia tiba dihalaman rumahnya. Tapi Senja tak langsung berteduh. Dia hanya berdiri dan memandangi pintu rumah itu. Sesekali tubuhnya yang lemah itu terjatuh, tapi ia berusaha untuk bangkit. Sampai akhirnya Senja tak kuat lagi untuk bertahan dan tubuh yang lemah itu tergeletak di atas tanah dan diguyur oleh air hujan.
Dari kejauhan sayup terdengar suara motor yang mulai terdengar jelas, ternyata itu suara motor Tyo. Tyo kaget saat melihat Adiknya tergeletak dihalaman rumah. Akhirnya ia megangkat Senja ke dalam rumah. Mengetahui hal itu ibu Senja segera menelpon dokter pribadi Senja.
Tepat saat dokter itu datang, Senja sudah tersadar  ia bangkit dari ranjangnya dan mencoba keluar lewat jendela kamarnya. “Senja, kamu mau kemana ??” Tanya dokter itu. Senja pun terdiam dan berkata, “Tuhan itu tidak adil !! saya masih punya banyak impian yang ingin saya wujudkan, tapi mengapa begitu singkat waktu yang Tuhan berikan ??” raut muka Senja berubah muram.
“Senja, kamu harus mengerti inilah kehidupan. Tuhan sudah menentukan jalan hidup semua orang. Dan yang harus kamu tahu mungkin ini adalah jalan terbaik untuk kamu. Semua yang terjadi didunia ini pasti akan perpusat pada satu titik pada akhirnya.” Jelas dokter menenangkan Senja. Senjapun terdiam dan mengusap air mata yang membasahi pipinya.
. . . . Dua Hari kemudian . . . .
                Senja kembali ke jembatan yang biasa ia sebut jembatan senja. Ia berdiri menunggu datangnya waktu senja. “Maaf, Jembatan ini sudah tua sangat rawan ambruk.” Jelas orang yang waktu itu. “Menurutku tidak !!!” Jawab Senja. “Jembatan ini mungkin sudah tua, tapi. . . . . . ” senja terdiam menatap langit,  lalu ia tersenyum dan berkata, “Indahnya warnamu membuatku merasa tenang.” “Siapa nama Kamu ??” Tanya orang itu “Senja” Jawab Senja singkat. “iya. . . . sekarang memang sudah senja.  Yang aku manksud, siapa nama Kamu ??” tambah orang itu.
sekali lagi Senja menjawab “Namaku Senja”.  Kemudian dia pergi meninggalkan orang itu. “Aku Tama” teriak orang itu. Mendengar hal itu Senja menoleh dan melemparkan senyumnya.
            Keesokan harinya Senja kembali ke jembatan itu. Saat itu dia melihat Tama bersama dengan anak perempuan. Senja segera mendekat dan tak sengaja ia mendengar pecakapan Tama dan anak itu. “Kak. . . senja itu seperti apa ?” Tanya anak perempuan itu. “Senja itu sangat indah. Warna – warnanya sangat menawan. Ada warna merah, jingga, ungu, kuning, bahkan ada warna merah muda.” Jelas Tama. “Pasti sangat bagus. Kapan Bintang bisa melihat senja ??” Tanya anak perempuan itu pada Tama. Tama yang menyadari kehadiran Senja memalingkan pandangannya pada Senja. “Senja. . . !!!” Seru Tama. “Sejak kapan kamu disini ?” TanbahTama. Senja hanya tersenyum. “Kak Tama, apa Senja bisa berbicara ?” Tanya Bintang dengan polosnya. Tama mengelus kepala Bintang dan berkata “Senja yang ini teman kakak.” “Kak Senja pasti cantik ?” Sahut Bintang. Saat itu Senja baru menyadari bahwa Bintang tidak bisa melihat. “Bintang juga cantik.” Jawab Senja. “Bintang adik kamu ?” Tanya Senja. “Iya, dia buta.” Jawab Tama. “Kenapa bisa seperti itu ??” Tanya Senja sekali lagi pada Tama. “Dia buta kerena kecelakaan waktu itu.” Jawab Tama. Kemudian Senja terdiam dan pergi begitu saja.
            “Ibu, nanti kalau Tuhan mengambil nyawa Senja, Senja ingin kornea mata Senja diberikan pada Bintang.” Jelas Senja pada ibunya. Ibu Senja hanya bisa mengiyakan permintaan anaknya itu.
            Waktu berjalan begitu cepat. Keadaan fisik Senja semakin memburuk. Dan Senja harus menjalani rawat inap dirumah sakit. Sudah satu minggu Senja tergeletak diranjang rumah sakit tempat ia dirawat. Tubuh yang lemah itu semakin terlihat tak berdaya. Waktu menunjukkan pukul lima sore. Tiba – tiba Senja bangkit dari ranjang rumah sakit. Ia berteriak keras hingga membuat suster dan dokter yang berjaga waktu itu segera menghampiri Senja. “Senja. . . . aku ingin melihat senja. Aku ingin melihat senja untuk terakhir kalinya.”  Ucap Senja lantang. Kebetulan jarak antara rumah sakit dan jembatan itu tidak terlalu jauh sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama.
. . . . Setelah sampai dijembatan . . . .
Dari kejauhan Senja melihat sosok Tama bediri ditengah jembatan. Senja segera menghampiri Tama. “Bukannya disini berbahaya ?” Tanya Senja. “Menurutku tidak !!!” balas Tama. “Mungkin jembatan ini sudah tua. Tapi disinilah aku bisa melihat senja dengan indahnya.” Tambah Tama. “Kamu benar.” Jawab Senja. Keseimbangan tubuh Senja mulai memburuk ia terjatuh dan  Tama menjaganya. “Tama bilang ke Bintang, sebentar lagi pasti dia biasa melihat senja.” Kata Senja dengan tersenyum. Mendengar hal itu Tama terharu, ibu dan Tyo mendekat. Senja menggenggam erat tangan ibunya dan ia berkata “Bu, gelap Senja nggak bisa lihat apa – apa.” Ibunya menangis. “Coba kamu ingat – ingat senja yang baru saja kamu lihat.” Kata Tama. “Aku nggak ingat.” Jawab Senja. “Bu, dingin disini gelap Senja takut.” Kata Senja dengan gemetar. “Sabar iya nak.” Jawab ibunya sambil terisak – isak.
            Tapi saat diperjalan menuju rumah sakit, denyut nadi Senja semakin melemah genggaman tangannya juga mulai melemah. Perlahan detak jantungnya menghilang nafasnya tak ada. “Senja bangun !!!” Seru ibunya. “Senja. . .  bangun nak !!! kita sudah sampai dirumah sakit.” Tambah ibunya. “Bu, Senja sudah pergi.” Jelas  Tyo. Ibu Senja pun mengis tak kuat melihat kepergian anak bungsunya. Memang benar hari ini tepat satu bulan Senja difonis oleh dokter.
Saat langit mulai gelap Senja menghembuskan nafas terakhirnya. Ia seakan pergi bersam senja disore itu.
            Beberapa hari kemudian Bintang menjalani operasi mata. Operasi tersebut berjalan lancar. Satu minggu sudah terlewati, operasi yang dijalani Bintang berhasil dan akhirnya Bintang bisa melihat dunia.
            Sore itu dijam dan ditempat yang sama Bintang melihat langit senja. “Kak Tama dan Kak Senja benar, langit senja memang indah. Mungkin kak Senja secantik langit ini.” Kata Bintang. “Memang.” Sahut Tama kemudian tersenyum. “Terimakasih Senja, kamu berhasil mengembalikan keceriaan Bintang dan kamu juga sudah bisa mewujudkan keinginannya.” Kata Tama dalam hati.
“Akhirnya Bintang bisa melihat senja.”


~ End ~