Minggu, 30 Desember 2018

Di Penghujung Senja



Malam telah larut, tetapi Senja masih terjaga dari tidurnya. Sesekali ia coba untuk memejamkan mata dan tak lama ia membuka lagi matanya. Senja terus  memikirkan kehidupanya kelak.
Sudah delapan  bulan Senja difonis dokter mengidap penyakit leukemia dan dokter menyatakan bahwa satu bulan lagi Senja akan berbaring untuk selamanya. Mendengar hal itu Senja menjadi muram dan pesimis.

. . . . Keesokan harinya . . . .

Saat semua berkumpul untuk sarapan, Senja bertanya pada ibunya “Bu, Senja masih punya banyak cita – cita. Tapi mengapa Tuhan hanya memberi sedikit waktu untukku ??”. mendengar hal itu ibu Senja terharu, matanya yang sayup itu mulai berkaca – kaca sembari melemparkan senyumnya pada Senja. “Mungkin Tuhan punya jalan lain buat kamu.” Sahut Tyo. Tyo adalah kakak Senja. Mendengar hal itu Senja terdiam, tak lama kemudian dia bangkit dari tempat duduknya dan pergi begitu saja.
“Senja. . . . . Senja. . . . kamu mau kemana ??” Panggil Ibunya. Tapi Senja tak menghiraukan dan berlalu pergi.
Hari semakin siang tetapi Senja tak juga kembali ke rumah. Ibu dan kakaknya sibuk mencari, akan tetapi Senja tak jua ditemukan.

            “Langit senja memang indah. Beruntung sekali aku diberi nama Senja.” Gumam Senja. Tiba – tiba awan mendung datang dan menyelimuti kecerahan langit senja yang menguning. Tapi Senja tak jua beranjak dari tempat ia berdiri.
Angin bertiup semakin kencang, suara petir dan kilat saling bersautan, tak sedikitpun membuat Senja takut.
“Hheee. . . . . . Kamu yang berdiri disana !!!” terdengar teriakan.
Dan lagi – lagi Senja tak menghiraukannya. Kemudian Seseorang berusaha menarik Senja dari tempat itu. “Disitu bahaya !!! jangan berdiri disitu, jembatan itu mau ambruk !!!.” Senja hanya menatap dalam mata orang itu kemudian ia berkata, “Ambruk !!! Seperti aku yang sebentar lagi akan tumbang juga.” Kata Senja putus asa.
Orang itu kembali menatap Senja. Dilihatnya darah mengucur dari hidung Senja, dan wajah Senja mulai pucat. “Kamu kenapa ?” Tanya orang itu. Senja pun pergi dan berlari begitu saja. Ia terus berlari seakan hanyut dibawah oleh hujan yang lebat sore itu. 

           

Akhirnya ia tiba dihalaman rumahnya. Tapi Senja tak langsung berteduh. Dia hanya berdiri dan memandangi pintu rumah itu. Sesekali tubuhnya yang lemah itu terjatuh, tapi ia berusaha untuk bangkit. Sampai akhirnya Senja tak kuat lagi untuk bertahan dan tubuh yang lemah itu tergeletak di atas tanah dan diguyur oleh air hujan.
Dari kejauhan sayup terdengar suara motor yang mulai terdengar jelas, ternyata itu suara motor Tyo. Tyo kaget saat melihat Adiknya tergeletak dihalaman rumah. Akhirnya ia megangkat Senja ke dalam rumah. Mengetahui hal itu ibu Senja segera menelpon dokter pribadi Senja.
Tepat saat dokter itu datang, Senja sudah tersadar  ia bangkit dari ranjangnya dan mencoba keluar lewat jendela kamarnya. “Senja, kamu mau kemana ??” Tanya dokter itu. Senja pun terdiam dan berkata, “Tuhan itu tidak adil !! saya masih punya banyak impian yang ingin saya wujudkan, tapi mengapa begitu singkat waktu yang Tuhan berikan ??” raut muka Senja berubah muram.
“Senja, kamu harus mengerti inilah kehidupan. Tuhan sudah menentukan jalan hidup semua orang. Dan yang harus kamu tahu mungkin ini adalah jalan terbaik untuk kamu. Semua yang terjadi didunia ini pasti akan perpusat pada satu titik pada akhirnya.” Jelas dokter menenangkan Senja. Senjapun terdiam dan mengusap air mata yang membasahi pipinya.
. . . . Dua Hari kemudian . . . .
                Senja kembali ke jembatan yang biasa ia sebut jembatan senja. Ia berdiri menunggu datangnya waktu senja. “Maaf, Jembatan ini sudah tua sangat rawan ambruk.” Jelas orang yang waktu itu. “Menurutku tidak !!!” Jawab Senja. “Jembatan ini mungkin sudah tua, tapi. . . . . . ” senja terdiam menatap langit,  lalu ia tersenyum dan berkata, “Indahnya warnamu membuatku merasa tenang.” “Siapa nama Kamu ??” Tanya orang itu “Senja” Jawab Senja singkat. “iya. . . . sekarang memang sudah senja.  Yang aku manksud, siapa nama Kamu ??” tambah orang itu.
sekali lagi Senja menjawab “Namaku Senja”.  Kemudian dia pergi meninggalkan orang itu. “Aku Tama” teriak orang itu. Mendengar hal itu Senja menoleh dan melemparkan senyumnya.
            Keesokan harinya Senja kembali ke jembatan itu. Saat itu dia melihat Tama bersama dengan anak perempuan. Senja segera mendekat dan tak sengaja ia mendengar pecakapan Tama dan anak itu. “Kak. . . senja itu seperti apa ?” Tanya anak perempuan itu. “Senja itu sangat indah. Warna – warnanya sangat menawan. Ada warna merah, jingga, ungu, kuning, bahkan ada warna merah muda.” Jelas Tama. “Pasti sangat bagus. Kapan Bintang bisa melihat senja ??” Tanya anak perempuan itu pada Tama. Tama yang menyadari kehadiran Senja memalingkan pandangannya pada Senja. “Senja. . . !!!” Seru Tama. “Sejak kapan kamu disini ?” TanbahTama. Senja hanya tersenyum. “Kak Tama, apa Senja bisa berbicara ?” Tanya Bintang dengan polosnya. Tama mengelus kepala Bintang dan berkata “Senja yang ini teman kakak.” “Kak Senja pasti cantik ?” Sahut Bintang. Saat itu Senja baru menyadari bahwa Bintang tidak bisa melihat. “Bintang juga cantik.” Jawab Senja. “Bintang adik kamu ?” Tanya Senja. “Iya, dia buta.” Jawab Tama. “Kenapa bisa seperti itu ??” Tanya Senja sekali lagi pada Tama. “Dia buta kerena kecelakaan waktu itu.” Jawab Tama. Kemudian Senja terdiam dan pergi begitu saja.
            “Ibu, nanti kalau Tuhan mengambil nyawa Senja, Senja ingin kornea mata Senja diberikan pada Bintang.” Jelas Senja pada ibunya. Ibu Senja hanya bisa mengiyakan permintaan anaknya itu.
            Waktu berjalan begitu cepat. Keadaan fisik Senja semakin memburuk. Dan Senja harus menjalani rawat inap dirumah sakit. Sudah satu minggu Senja tergeletak diranjang rumah sakit tempat ia dirawat. Tubuh yang lemah itu semakin terlihat tak berdaya. Waktu menunjukkan pukul lima sore. Tiba – tiba Senja bangkit dari ranjang rumah sakit. Ia berteriak keras hingga membuat suster dan dokter yang berjaga waktu itu segera menghampiri Senja. “Senja. . . . aku ingin melihat senja. Aku ingin melihat senja untuk terakhir kalinya.”  Ucap Senja lantang. Kebetulan jarak antara rumah sakit dan jembatan itu tidak terlalu jauh sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama.
. . . . Setelah sampai dijembatan . . . .
Dari kejauhan Senja melihat sosok Tama bediri ditengah jembatan. Senja segera menghampiri Tama. “Bukannya disini berbahaya ?” Tanya Senja. “Menurutku tidak !!!” balas Tama. “Mungkin jembatan ini sudah tua. Tapi disinilah aku bisa melihat senja dengan indahnya.” Tambah Tama. “Kamu benar.” Jawab Senja. Keseimbangan tubuh Senja mulai memburuk ia terjatuh dan  Tama menjaganya. “Tama bilang ke Bintang, sebentar lagi pasti dia biasa melihat senja.” Kata Senja dengan tersenyum. Mendengar hal itu Tama terharu, ibu dan Tyo mendekat. Senja menggenggam erat tangan ibunya dan ia berkata “Bu, gelap Senja nggak bisa lihat apa – apa.” Ibunya menangis. “Coba kamu ingat – ingat senja yang baru saja kamu lihat.” Kata Tama. “Aku nggak ingat.” Jawab Senja. “Bu, dingin disini gelap Senja takut.” Kata Senja dengan gemetar. “Sabar iya nak.” Jawab ibunya sambil terisak – isak.
            Tapi saat diperjalan menuju rumah sakit, denyut nadi Senja semakin melemah genggaman tangannya juga mulai melemah. Perlahan detak jantungnya menghilang nafasnya tak ada. “Senja bangun !!!” Seru ibunya. “Senja. . .  bangun nak !!! kita sudah sampai dirumah sakit.” Tambah ibunya. “Bu, Senja sudah pergi.” Jelas  Tyo. Ibu Senja pun mengis tak kuat melihat kepergian anak bungsunya. Memang benar hari ini tepat satu bulan Senja difonis oleh dokter.
Saat langit mulai gelap Senja menghembuskan nafas terakhirnya. Ia seakan pergi bersam senja disore itu.
            Beberapa hari kemudian Bintang menjalani operasi mata. Operasi tersebut berjalan lancar. Satu minggu sudah terlewati, operasi yang dijalani Bintang berhasil dan akhirnya Bintang bisa melihat dunia.
            Sore itu dijam dan ditempat yang sama Bintang melihat langit senja. “Kak Tama dan Kak Senja benar, langit senja memang indah. Mungkin kak Senja secantik langit ini.” Kata Bintang. “Memang.” Sahut Tama kemudian tersenyum. “Terimakasih Senja, kamu berhasil mengembalikan keceriaan Bintang dan kamu juga sudah bisa mewujudkan keinginannya.” Kata Tama dalam hati.
“Akhirnya Bintang bisa melihat senja.”


~ End ~

Kamis, 29 Juni 2017

CACAT SOSIAL

Haii........
Mungkin tidak banyak yang membaca semua postingan saya dari tahun ke tahun, tapi yasudahlah... Memang saya tidak berharap banyak yang membaca tulisan saya, kurang penting karena hanya sebatas tulisan sampah. tulisan sampah berisi keluh kesah, kebimbangan, kegalauan dan sedikit cerita bangga dan bahagia yang tersirat didalamnya. Karena saya hanya menulis untuk mengisi kekosongan waktu sembari mencurahkan isi hati.

Jujur.....
Kenapa jujur itu menjadi penting?
Beberapa orang yang pernah saya temui, mengakatakan bahwa saat ini kejujuran itu bisa dibeli, kejujuran mahal harganya, kejujuran sudah mulai langkah di dunia ini, Tapi banyak juga yang merasa kecewa ketika kejujuran datang pada kehidupannya. Sangat aneh memang ketika hal yang sebelumnya dianggap mahal dan sangat dieluh - eluhkan tapi ketika datang, menjadikannya murka, menjadikannya pembenci atau bahkan ingin membunuh. Lalu dimana letak "PENTINGNYA KEJUJURAN" ? Menjadi pertanyaan besar bagi saya. Terutama di lingkungan keluarga saya saat ini.

Aib....
Berbicara tentang aib, setiap orang mungkin akan menutup rapat aibnya,berharap tidak satu pun orang mengetahui aib bahkan ada yang berharap agar Tuhan tidak tahu, padahal jelas itu sesuatu yang sangat tidak mungkin. Lucu memang, Silahkan tertawakan, hidup itu bebas. Kadang kita tertawa dan kadang kita juga yang ditertawakan. 

Rahasia....
Tentang sebuah rahasia yang ingin saya ungkap sejak lama, yang sebenarnya dengan menyimpannya hanya akan membuat beban dipikiran. Semakin saya simpan semakin saya eram terasa semakin berat, tapi apalah daya hanya bisa menunggu waktu untuk mengungkapkannya. Rahasia bisa saja aib atau sesuatu yang penting yang hanya boleh diketahui oleh beberapa orang atau mungkin tak seorangpun boleh mengetahuinya. Tapi dibalik rahasia ini terselip kebodohan besar, yang teramat besar bercampur dosa.  Dosa yang sengaja Kita ciptakan, yang sengaja saya rangkai berdua dengannya. DOSA KITA BERDUA !!! Mungkin seperti itu. Karena sebuah dosa dan kesalahan terciptalah "Dia". Pemberian Tuhan yang luar biasa makluk kecil suci tak berdosa yang tidak tahu apa - apa, yang TIDAK PANTAS dipersalahakan atau dijadikan korban "KEEGOISAN KITA".

Semua berawal saat kita mengetahui itu, saat suatu kebenaran terungkap. Jujur ada rasa bangga, bahagia yang terselip waktu itu. Tapi semua kebahagiaan itu tertutup berganti rasa bersalah dan rasa takut yang berkecambuk dalam hati. Merasa senang karena saya bisa sembuh dari penyakit yang saya derita, merasa bangga karena apa yang diucapkan orang - orang terhadap saya seketika terbantah (Sulit Memiliki Keturunan) dan tiba- tiba berkecambuklah rasa itu bagaikan petir yang datang menyambar di siang hari. Rasa takut akan mengecewakan orang tua, sementara mungkin sebagai seorang anak yang diharapkan bisa menjadi lebih baik dari orang tuanya malah melakukan kebodohan yang bisa mencoreng muka kedua orang tuanya. Karena rasa yang begitu berklecambuk sempat terbesit pikiran - pikiran jahat untuk melenyapkan Dia. Tapi entah, rasa itu seolah sirnah mengingat dia adalah makluk yang tidak tahu apa - apa yang tidak pantas dikorbankan karena kebodohan ibu bapaknya.

Dan...
Akhirnya rahasia itu pun terbongkar dengan sendirinya, ketika orang tua mulai curiga. terjadi begitu banyak perubahan pada diri saya. Dan saat itulah waktu mengharuskan kita untuk berkata yang sejujurnya. Begitu mengetahuinya jelas rasa kecewa itu tergurat diwajah kedua orang tua, merasa berdosa. Sangat merasa berdosa, ketika kita GAGAL menjadi apa yang diharapkan. Dan kata - kata yang tidak ingin saya dengarpun akhirnya terdengar juga begitu memekakan telinga. "Di kuliahno, disekolahno ben ngerti tambah nggawe isin wong tuo". Terngiang sungguh dikepala serasa berputar - putar. Hati saya begitu bergetar terasa hancur. Seketika perhatian, canda tawa dan kehangatan yang biasa saya dapatkan dikeluarga saya terenggut. Sikap orang tua yang mendiamkan dan seolah acuh tak acuh, sesekali mengulang kata - kata itu semakin menyesakkan saya. Hampir setiap teringat, entah seperti air mata sudah tidak bisa terbendung. Apalagi itu semua terungkap saat - saat menjelang lebaran. Harusnya moment lebaran bisa membuat siapa saja merasa bahagia, tapi tidak dengan saya semua serba dibatasi, mulai dari larangan untuk tidak keluar rumah, sikap dingin orang tua yang semakin membuat saya menjadi tertekan. Berharap agar waktu ini keadaan seperti ini cepat berlalu. Berharap ingin segera pergi agar tidak menjadi AIB KELUARGA.

Mendekati hari pernikahan...
Memang sudah tahun lalu kita merencanakan pernikahan, tanggalpun sudah ditentukan, tepatnya setelah lebaran tanggal 12 Juli 1017. Tapi suasanya yang harusnya penuh dengan pembicaraan serius menjadi seolah entahlah, mungkin karena orang tua juga sudah terlanjur kecewa dengan kita. Sudah, saya pun jadi ikut diam karena merasa tidak dianggap, karena merasa diacuhkan. Apa saya salah? Jawaban merekanpun semakin dingin ketika berbicara dengan saya. Dan tak jarang sering mengulang - ulang kalimat itu "Ngisin - ngisini Wong Tuo, opo jare tonggo lek rabi wetengmu wes gede koyo ngunuh?". Dalam hati ingin sekali saya menjawab dalam hati ingin sekali saya membantah. Tapi sayangnya hanya bisa saya jawab dalam hati. "Iya, memang saya salah, semua salah saya. Sebagai anak saya tidak pernah membuat orang tua bangga. Malah sekarang mencoreng nama baik orang tua. Tenang Yah, Bu.... Tinggal dua minggu ae aku wes ga bakal nang keneh, aku bakal ngalih teko kene ben sampean ga isin maneh". Semakin diulang - ulang semakin membuat saya  tidak berhenti menyalahkan diri saya sendiri.
Suatu hari....
Jika ada saudara, kerabat, family atau teman atau bahkan anak - anak saya kelak. yang tidak sengaja menemukan tulisan ini. Tulisan ini adalah curahan hati saya, "CURAHAN HATI SESEORANG YANG CACAT SOSIAL". Yang pernah dikucilkan orang tua karena telah membuat malu dan menjelekkan nama orang tua. Saya berharap, siapapun yang nantinya membaca jangan pernah mencontoh atau mengulangi kebodohan yang pernah saya lakukan. Sekalipun saya tidak melakukan tindakan - tindakan diluar batas seperti ABORSI. Cukup jadikan pelajaran bagi kalian. Lebih baik menikah baru punya keturunan daripada mempunyai keturunan bukan dari hasil pernikahan.

Untuk anakku.....
Untuk anakku yang saat ini masih belum melihat dunia... Jangan pernah tersinggung dengan apa yang ibumu tulis ini, ini hanyalah ungkapan hati seseorang yang sedang melayang - layang pikiranya. Dewasalah menyikapi ini. Mungkin diawal kehadiranmu ada beberapa orang yang tidak mengharapkan. Tapi jangan pernah risau Insha Allah Ibu dan Ayahmu akan selalu sayang dan mendoakan agar kelak kamu bisa menjadi manusia yang baik lebih baik dari kedua orang tuamu. Jangan pernah membenarkan atau melakukan kebodohan yang telah kami lakukan. Insha Allah Kita akan belajar memperbaiki diri dan mendidikmu sebaik mungkin, agar kamu tidak tersesat seperti kami. Cukup kami saja yang membuat dosa semacam ini.

Mengertilah......
KAMI TIDAK PERNAH MENYESALKAN HADIRMU DI DUNIA INI KARENA KAMU ADALAH BUKTI NYATA CINTA KAMI.

Sayang Kamu.........

Minggu, 08 November 2015

Jalanku Serasa Buntuh !!!

Selepas itu semua aku jalani......
Akhirnya aku selesaikan kuliahku dan gelar sarjana kini telah aku raih. tapi entah kenapa sekarang tersa semakin sulit aku rasa. Entah rasa apa ini ?

Seperti aku membenci diriku sendiri....
Seperti aku ingi menangisi diriku sendiri....
Atas ketidak mampuanku menjadi diriku yang seutuhnya.
Atas ketidak mampuanku untuk menyenangkan hati kedua orang tuaku.

Awal itu dimulai saat prosesi yudisium dan aku dinyatakan lulus dengan IPK terakhir 3,66 dengan masa pendidikan 3,8 tahun yang aku tempuh. Menurut orang lain itu adalah hal yang cukup baik dan mungkin beberapa juga mengakatan bahwa hal itu cukup memuaskan.
Tapi entah dibalik sumringah bibir ini memancarkan senyum, terbesit perasaan pilu dihati. Ada kegundahan yang tersirat hingga kini.

Selepas lulus memang ada perasaan lega dalam diri, tapi jujur aku tidak pernah bangga dengan apa yang aku raih. Aku tidak pernah menganggap apa yang aku dapat selama ini dengan perasaan wahh... Aku hanya merasa biasa saja, karena aku rasa semua orang bisa melakukan apa yang aku lakukan.

Lebih banyak perasaan benci dari diri ini yang muncul, karena mulai tanggal 4 Juli 2015 aku melalui prosesi wisuda sampai detik ini 8 November 2015 aku masih berstatus "PENGANGGURAN".
Aku kecewa karena tidak bisa menjadi apa yang aku ingin, terkadang aku tersadar semua butuh proses, terkadang terbesit aku harus sabar dan tetap berusa sebaik mungkin untuk mencapai apa yang aku ingin. Tapi entahlah aku masih saja merasa kecawa dengan diri ini.

Bingung harus melakukan apa?
Sudah begitu banyak lamaran aku kirim ke perusahaan - perushaaan..
Melalui tahap demi tahap interview tapi tak kunjung h=juga aku temui titik terang..
Apa yang ahrus aku lakukan?

Aku kecewa.... Sedikit Putus asa..... Bercampur dengan kesedihan !!!!!

Rabu, 10 Juni 2015

Lagi Lagi Aku.......

Entah apa yang salah
Entah siapa yang patut disalahkan
Entah lah mencari kesalahan memang bukan solusi.
Hanya saja karena entah
Hanya saja karena acuh
Aku malu sendiri dibuatnya
Rasa ingin menangis, rasa ingin tertawa...
Iya, menertawakan diriku yang erlalu bodoh, yang terlalu meremehkan waktu, yang terlalu sombong dan meras semua akan bisa aku lakukan pada waktu yang cukup singkat.

Tapi...
Apa yang sekarang aku dapat ?
Hanya buih - buih penyesalan yang mengembang kepermukaan, memenuhi seluruh muka dan membalurnya dengan rasa malu. Hahahahahaha....
Iya, hanya itu saja yang keluar dari mulutku...

Entah...
Entah nasib atau kutukan ?
Begitu bertubi - tubi datangnya
Tapi semoga dengan ini semua aku bisa berubah...
Merubah diri, berhenti mempermalukan diri, berhenti mencoreng muka sendiri dan berhenti bertindak bodoh. Tanpa perlu kehilangan diri....

Semoga ini pertanda baik...
Karena apapun yang terjadi bukan karena kesengajaan.
Yakin rencana Tuhan Lebih asiikk....

Buat yang ingin menertawakan, silahkan tertawa sekeras mungkin kalau bisa sampai robek itu mulut. Buat yang sedang gembira, bergembiralah hingga terlarut dalam kebahagiaanmu itu...
Aku akan tetap yakin dengan rencana Tuhan....
Dan aku akan menutup telingaku hingga aku tak lagi mendengar cemoohan dan tawa busukmu itu...
Semoga wajah palsumu tetap paslu hingga kau bingung untuk membedakan wajahmu sendiri.

Semoga...
Semoga saja baik...
Semoga baik untuk semuanya !!!!

Minggu, 23 November 2014

Rindu Menghabiskan Senja Bersamamu

Waktu....
Semua adalah waktu...
Senja adalah bagian waktu, waktu yang begitu aku rindukan..
Senja yang menyapa...
Bersama itu aku pilu dibuatnya..
Sendiri dalam lamunan senja, bergumam dalam hati atas nama kerinduan..

Aku rindu...
Rindu menghabiskan senja bersamamu...
Aku tahu senja adalah bagian dari waktu yang selalu bisa berlalu.. Tapi entah, rindu ini tak juga berlalu bersama senja... Yang perlahan pergi, meninggalkan cahaya pelangi di sore itu. Senja aku menyebutnya...

Senja...
Aku merindunya...
Senja sampaikan salamku untuknya...
Senja... Aku merindunya...

Untuk Ayah


Untukmu Ayah


Ayah....
Begitulah aku memanggilmu.

Ayah....
Beribu terima kasih aku ucapkan atas kesabaranmu dan jerih payahmu dalam membesarkan aku. Semoga kelak aku tidak mengecewakanmu, atau bahkan melukaimu.

Ayah....
Meskipun lelah tengah menggelayuti, namun sosokmu tak pernah mengeluh. Engkaulah yang mengajarkan padaku arti sebuah perjuangan. Engkau yang membuatku mengerti arti sebuah ketegaran.

Ayah....
Tak peduli seberapa besar aku bertumbuh, aku bangga telah memilikimu sebagai teladan dalam hidupku. Nafas ayah adalah semangat untukku, perjuanganmu untukku tak akan pernah aku sia - siakan.

Selamat Ulang Tahun Ayah.
Semoga selalu diberi kesehatan dan umur yang panjang. Hingga Engkau bisa menyaksikan dan berbahagia bersama kesuksesan Kami anak -anakmu.




Doaku selalu menyertaimu

We Love You

Sabtu, 22 November 2014

Malam ini Rindu Menjeratku

Masih malam ini...
Masih pada malam yang sama aku terjaga dari tidurku
Menikmati kebisuan, kebiruan yang mengendap

Masih malam ini...
Waktu masih besamaku tak memburuku, hanya mimbisu
Iya, masih pada malam yang sama bersama waktu yang sama namun dengan rasa yang berbeda
Hampa, hening, sunyi tak bersuara. Ada aku bersama sepi yang selalu menemani.
Sesekali aku merasa begitu dekat dan sesekali aku merasa teramat jauh hingga tak bisa merengkuhnya.

Masih malam ini...
Malamku hening berteman dengan denting jam dinding yang sedikit demi sedikit menyapu kesunyianku, waktu masih tetap setia. Sepipun iku bermanja didekatku.

Masih malam ini...
Malam yang dipenuhi dengan kesunyian, hingga hatiku terasa hampa. Aku memcoba beranjak dari singgahsanahku, tetap hanya sepi yang aku temui. Sepertinya malam ini sepi yang selalu setia menemaniku.

Aku sepi dan merasa rindu...
Malam ini begitu membiru, meringkuk dalam kesunyian bersama malam, sepi, dan denting jam dinding yang bisa sedikit menyapu kesunyianku.

Aku rindu..
Malam ini aku begitu rindu
Malam ini rinduku begitu menusuk, datang bertubi - tubi. Membuatku berteriak dalam kesunyian, iya aku berteriak. Namun tetap saja sepi, tetap saja aku seorang diri.

Aku rindu...
Rinduku seperti belatih...
Rinduku seperti belatih yang menusuk dan menikam jantung
Mungkin begitu rindunya, mungkin begitu rindunya aku, mungkin....
Mungkin...
Mungkin...
Mungkin...
Mungkin...
Mungkin harusnya aku akhiri tulisan ini
Mungkin harusnya aku meringkuk bersama rinduku
Mungkin harusnya aku membungkus rinduku
Mungkin harusnya aku bertemu dengan kerinduan ini agar aku tidak merasa rindu
Mungkin...
Mungkin pada saatnya nanti rinduku akan bertemu dengan yang dirindukan


Rinduku Berlebihan
Rinduku Sungguh Terlalu Rindu
Oohh... Rindu
Aku Merindumu